Kripto tumbang menjadi salah satu berita yang tengah banyak dibicarakan akhir-akhir ini oleh para investor kripto yang banyak mengalami kerugian finansial akibat harga kripto yang tidak stabil bahkan relatif terus mengalami penurunan.
Baca juga: Luhut Tawarkan Elon Musk Berinvestasi di Indonesia
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi kendala aset kripto terus mengalami penurunan. Oleh karena itu akan kami sampaikan beberapa faktor yang menjadi indikasi penyebab tidak stabilnya aset kripto yang menjadi salah satu pemicu utama dari kripto tumbang akhir-akhir ini.
Faktor Utama Penyebab Kripto Tumbang Akhir-Akhir Ini

Faktor yang mempengaruhi harga kripto terutama Bitcoin turun adalah kenaikan suku bunga di AS untuk menekan inflasi. Bank sentral global juga alami inflasi cukup tinggi dampak konflik Rusia-Ukraina. Apalagi negara yang berikan sanksi pada Rusia, inflasi-nya cukup tinggi mengakibatkan kripto tumbang.
Pada Rabu mendatang, AS akan merilis data inflasi, menurut Ibrahim, kemungkinan tingkat inflasi akan mengarah ke 9 persen dari yang sebelumnya 8,5 persen. Tingkat inflasi yang tinggi ini bisa membuat pemerintah AS ketar-ketir dan risiko terjadi resesi juga cukup besar.
Resesi ini juga tidak hanya bisa terjadi di AS tapi di negara besar seperti Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya. Resesi ini juga dapat memicu penurunan harga kripto yang terus menerus mengalami penurunan sehingga banyak investor yang merugi akibat kripto tumbang akhir-akhir ini.
Di sisi lain, untuk Bitcoin Ibrahim mengatakan secara teknikal masih menunjukkan tren penurunan. Harga saat ini yang berada di kisaran USD 33.000 masih bisa terkoreksi lebih dalam lagi. Dari analisis teknikal pertama, Bollinger Band, untuk daily mengindikasikan 70 persen itu masih akan melemah. Kemudian analisis kedua, moving average ini juga masih mengindikasikan Bitcoin dan kripto tumbang.
Teknikal ketiga, Stochastic sendiri mengindikasikan Bitcoin masih akan jatuh, itu kelihatan 70 persen turun. Inilah kemungkinan besar Bitcoin yang saat ini ada di USD 33.500 bisa turun di USD 30.000-an dan bisa saja menyentuh USD 29.000 itu level terakhir.
Pada 9 Mei, Rusia melakukan peringatan kemenangan atas Nazi pada perang dunia ke-2. Nah kita masih belum tahu apakah perang yang terjadi saat ini akan menjadi perang dunia ke-3 atau tidak. Jika informasi perang ke-3 benar, maka akan membawa harga Bitcoin melambung tinggi lagi yang secara teknikal harga terendah berada di USD 29.000.
Faktor Lain yang Bisa Mempengaruhi Aset Kripto Tumbang

Kripto tumbang juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor lainnya yang juga ikut berpengaruh dalam naik dan turunnya harga aset kripto di pasaran pada saat itu. Anda harus mengetahui beberapa faktor di bawah ini sebelum Anda melakukan trading kripto agar mengetahui untung dan juga ruginya.
-
Kebijakan Moneter
Faktor pertama yang bisa menyebabkan kripto tumbang dan faktor terpenting yang menentukan pergerakan harga kripto adalah besar persediaan aset kripto tersebut. Adapun tata kelola mengenai persediaan aset kripto di pasaran disebut sebagai kebijakan moneter, sementara dampaknya terhadap investor kripto disebut sebagai tokenomics.
Banyak protokol dan koin punya tata kelola tersendiri untuk menentukan jumlah aset kripto yang beredar. Hal tersebut bisa diputuskan melalui cara yang demokratis (melakukan pemungutan suara berdasarkan jumlah kepemilikan aset kripto) atau metode yang lebih terpusat di mana terdapat dewan khusus yang mengendalikan tata kelola persediaan aset kripto.
Beberapa organisasi memilih untuk “membakar” koinnya untuk mengurangi jumlah koin beredar, salah satunya adalah Binance terhadap Binance Coin. Setiap kuartal, Binance membeli kembali (buyback) BNB menggunakan laba yang telah dihimpun dan kemudian menghancurkan atau “membakar” BNB. Peristiwa ini disebut coin burn.
Alhasil, jumlah BNB yang beredar semakin sedikit. Binance berencana untuk melakukan kebijakan tersebut sampai 100 juta keping BNB “terbakar”. Dampak pembakaran koin ini tercermin di dalam pergerakan harga BNB.
-
Ongkos Produksi
Sama seperti kegiatan pertambangan barang logam, aksi kripto mining pun membutuhkan biaya “penambangan”. Di bitcoin mining, misalnya, penambang membutuhkan modal besar untuk membeli komputer dengan daya pemrosesan yang mumpuni.
Para penambang membutuhkan piranti keras dengan spesifikasi kompleks karena mereka harus memecahkan teka-teki algoritma yang rumit untuk menerima upah mereka dalam bentuk keping Bitcoin. Sayangnya, kegiatan tersebut juga membutuhkan daya listrik yang cukup besar dan kadang membuat harga kripto tumbang.
Riset Universitas Cambridge di awal 2021 menunjukkan bahwa penambangan Bitcoin di seluruh dunia menggunakan listrik sampai 121,36 Terawatt-Hour (TWh) dalam setahun, lebih besar dibandingkan konsumsi listrik Argentina di periode yang sama. Seluruh komponen-komponen biaya tersebut pun tercermin ke dalam penentuan harga Bitcoin.
-
Teknologi Blockchain
Permintaan satu aset kripto akan melonjak jika komunitas kripto banyak memanfaatkan teknologi blockchain yang merupakan rumah dari kripto tersebut. Ini terjadi lantaran biaya penggunaan blockchain dibayar menggunakan kripto asli blockchain tersebut.
Sehingga permintaan kripto akan sejalan dengan meningkatnya penggunaan blockchain. Ada berbagai macam alasan mengapa komunitas kripto mengerubungi satu teknologi blockchain tertentu.
Biasanya tiga alasan utamanya adalah skalabilitas transaksi yang lebih baik dibanding teknologi blockchain lainnya, munculnya fitur-fitur baru, serta rendahnya biaya transaksi dalam memanfaatkan teknologi tersebut untuk mengantisipasi harga aset kripto tumbang.
-
Penggunaan Masal yang Berlebih
Meningkatnya penggunaan koin secara besar-besar akan menyebabkan kenaikan harga yang kencang. Ini mengingat sebagian besar kripto memiliki persediaan terbatas, sehingga kenaikan permintaan tentu akan mengerek harganya. Hanya saja, untuk bisa diadopsi massal.
kripto harus punya manfaat jelas di dunia nyata misalnya bisa digunakan sebagai alat pembayaran sehari-hari. kripto seperti Bitcoin sudah diadopsi oleh investor institusi sebagai instrumen penyimpan kekayaan. Makanya, harganya sempat meningkat dan menembus titik US$60.000 per keping pada awal 2021.
Di samping itu, El Salvador juga berencana menggunakan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi di negara tersebut. Sementara itu, pola adopsi kripto oleh investor ritel membentuk kurva berbentuk lonceng, seperti yang diperlihatkan di gambar berikut. Baru 150 juta individu di dunia yang menggenggam aset kripto.
Jika dibandingkan dengan jumlah populasi dunia yang di atas 6 miliar jiwa, maka bisa dibilang bahwa adopsi kripto di dunia masih dalam tahap awal.
-
Inflasi Mata Uang
Harga aset kripto, terutama koin yang memiliki kegunaan yang jelas, seharusnya meningkat di tengah langkah bank sentral global yang terus mencetak uang dan menerapkan rezim suku bunga rendah. Hal ini bisa terjadi lantaran karakteristik pasokan uang fiat bertolak belakang dengan kripto.
Persediaan aset kripto terbilang terbatas, sehingga masyarakat seharusnya beralih ke instrumen ini apabila jumlah uang fiat yang beredar semakin banyak. Penting untuk diingat bahwa Bitcoin tercipta untuk menanggapi pencetakan uang fiat secara besar-besaran, yang saat itu dilakukan oleh bank sentral di seluruh dunia untuk menanggulangi krisis keuangan global.
Langkah ini kemungkinan akan terus berulang di setiap resesi ekonomi di mana pemangku kebijakan tidak mempunyai pilihan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi selain memangkas suku bunga acuan atau mencetak lebih banyak uang. 25% dari Dolar AS yang beredar sekarang ini dicetak pada 2020 lalu.
-
Regulasi dari Pemerintah
Serangkaian regulasi pemerintah bisa mempengaruhi permintaan maupun penawaran dari aset kripto. Kondisi ini bisa terjadi lantaran pemerintah punya wewenang untuk mengatur, mengenakan pajak, atau bahkan melarang kegiatan kripto, yang biasanya akan membuat aset kripto tumbang.
Investor kripto Indonesia tidak hanya perlu paham soal regulasi kripto di Indonesia, namun juga mengamati bagaimana dua negara adikuasa, China dan AS, mengatur kegiatan kripto di negara masing-masing agar harga dan aset kripto tumbang tidak terjadi.
Pada Mei 2021, otoritas China menerbitkan peringatan mengenai trading dan pertambangan aset kripto. Setelahnya, otoritas China dilaporkan mengadakan pertemuan dengan bank-bank besar sembari menegaskan bahwa institusi perbankan di China tidak boleh terlibat dalam transaksi kripto.
Amerika Serikat mengesahkan kegiatan tukar menukar aset kripto di bursa kripto, namun bukan sebagai alat tukar resmi. Dewan legislatif AS telah berulang kali ingin mengatur aset kripto karena khawatir bahwa kehadiran mata uang ini dapat mengganggu dominasi Dolar AS di kancah ekonomi global.
Dan dampak aset kripto apabila dipegang dalam jumlah yang besar oleh individu dan institusi. Pemerintahan AS di bawah Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk mengutip pajak dari kegiatan kripto untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur AS seperti yang dituangkan di dalam RUU Pendanaan Infrastruktur.
Indonesia mengesahkan perdagangan aset kripto pada September 2018, ketika Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa Bitcoin dan aset kripto lain termasuk komoditas. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Baca juga: Apakah Benar Ada Kenaikan Tarif KRL, Berikut Informasi Selengkapnya
Itulah informasi menarik tentang faktor penyebab kripto tumbang yang menjadi salah satu fenomena yang tengah ramai dibahas akhir-akhir ini. Tentunya ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi tumbangnya aset kripto yang bisa Anda prediksi dari faktor yang telah kami rangkum di atas mengenai penyebab kripto tumbang.