Garuda Indonesia disebut-sebut bangkrut secara teknis, yang dimana kondisi keuangan Garuda diberikan oleh utang sebesar Rp 138,45 triliun. Kondisi keuangan yang mengalami kerugian atas operasional, kinerjanya sampai di bulan September 2021 hanya mampu mencatatkan total pendapatan sebesar US$ 568 juta atau sebesar Rp 8,06 triliun dalam kurs Rp 14.200. Padahal total biaya operasionalnya yaitu sebesar US$ 1.29 miliar atau sekitar Rp 18,3 triliun.

Manajemen Garuda Indonesia mengakui jika saat ini kerugian operasional yang masih terjadi, dijelaskan struktur biaya tetap perusahaan yang terlalu besar daripada pendapatan yang terus menurun hal tersebut disebabkan karena imbas kondisi pandemic COVID-19.
Baca juga: Booking Group Citilink, Serunya Jalan-Jalan Bareng Rombongan
Sehingga perseroan masih mencatatkan kerugian operasional yang disebabkan oleh struktur biaya perseroan yang sebagian besar bersifat tetap maupun fixed, yang tidak sebanding dengan penurunan signifikan atas revenue perseroan imbas kondisi pandemic COVID-19. Penurunan pendapat ini juga terjadi dikarenakan anjloknya penumpang maskapai pelat merah tersebut, sampai di Bulan September 2021 penumpang Garuda Indonesia hanya 2,3 juta orang. walaupun demikian, di akhir tahun diproyeksikan penumpang mencapai 3,3 juta, jumlah sebanyak itu juga hanya mencapai 17% dari jumlah penumpang di tahun 2019 sebelum pandemic COVID-19.
Tetapi sebelumnya, Garuda Indonesia sudah divonis secara teknis bangkrut, hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, ia mengatakan jika kini liabilitas maupun utang Garuda Indonesia totalnya mencapai US$ 9,75 miliar atau setara dengan Rp 138,45 triliun. Sementara itu asset saat ini hanya US$ 6,92 miliar jauh lebih rendah dibandingkan dengan total kewajibannya tersebut. Oleh karena itu, ekuitas atau modal Garuda Indonesia tercatat minus US$ 2,8 miliar atau setara dengan Rp 39,7 miliar. Dan sebenarnya dalam kondisi seperti ini jika istilah perbankan sudah technically bankrupt Pak naum legally belum. Hal inilah yang sekarang sedang berusaha bagaimana dapat keluar dari situasi yang sebenarnya secara technically bankrupt.
Garuda Memiliki Utang Rp 138 Lebih, Apa Siasat yang akan Dilakukan untuk Menghindari Kebangkrutan

Kini manajemen Garuda Indonesia sedang melakukan komunikasi secara insentif untuk melakukan negosiasi utang kepada kreditur serta lessor. Dan secara khusus, pada lessor manajemen ingin adanya perubahan skema pembayaran. Secara khusus lessor, negosiasi yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan tentang restrukturisasi biaya sewa dengan skema PBH (power by the hour). Sementara itu, dengan para kreditur lainnya, mereka sedang melakukan proses pemantapan initial proposal untuk proses restrukturisasi secara bertahap serta berdiskusi lebih lanjut untuk memperoleh kesepakatan.
Dalam waktu dekat proposal restrukturisasi akan dibagikan oleh Garuda Indonesia kepada para kreditur. Penyusunan proposal restrukturisasi sudah rampung dilakukan. Yang mana perseroan kini sudah merampungkan penyusunan proposal restrukturisasi dengan berkoordinasi dengan beberapa konsultan pendukung restrukturisasi serta dalam waktu yang dekat akan segera menyampaikan proposal restrukturisasi ini kepada para kreditur. Selain dari upaya negosiasi utang, Garuda juga memangkas rutenya untuk efisiensi perusahaan. Dan setidaknya ada 97 rute penerbangan yang ditutup oleh maskapai pelat merah tersebut.
Rute domestik akan menjadi fokus utama Garuda akan mengurangi berbagai rute internasional, Adapun sisa rute internasional yang nantinya masih memberikan kontribusi keuntungan untuk maskapai. Garuda juga akan memfokuskan pada meningkatnya kontribusi pendapatan kargo melalui optimalisasi belly capacity dan digitalisasi operasional. Bahkan rute penerbangan internasional yang tetap dibuka dipilih dengan tujuan pengangkutan kargo. Manajemen juga mengungkapkan Garuda Indonesia akan meningkatan kontribusi pendapatan ancillary melalui produk unbundling serta ekspansi produk yang ditawarkan.
Dukungan Garuda Indonesia Terhadap Pemulihan Kinerja dalam Roda Perekonomian

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sudah resmi menerima pernyataan modal negara (PMN) sejumlah Rp 7,5 triliun. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra juga membeberkan atas penerimaan PMN tersebut dapat memperkuat upaya untuk mengakselerasikan pemulihan kinerja usaha, yang diselaraskan dengan komitmen pemerintah melalui realisasi PMN sebagai upaya dukungan pada langkah percepatan pemulihan ekonomi nasional. Irfan menjelaskan PMN tersebut menjadi milestone tersendiri sebagai national flag carrier untuk terus memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat di tengah-tengah pemulihan ekonomi nasional, khususnya pada sektor pariwisata.
Kontribusi ini diantaranya diwujudkan melalui peningkatan aksesibilitas serta penyediaan layanan penerbangan baik yang aman, nyaman dan berdaya saing. Dukungan berkelanjutan yang diberikan Pemerintah didalam fase pemulihan kinerja tersebut tentunya menjadi penanda penting atas kepercayaan negara terhadap outlook kinerja serta perannya sebagai bagian dari yang tidak terpisahkan dalam perputaran perekonomian bangsa. Irfan juga menjelaskan atas realisasi PMN Garuda Indonesia yang dijalankan melalui tahapan proses untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan terhadap aspek compliance yang berlaku.
Dukungan dana PMN yang berasal dari APBN tahun 2022 ini berikutnya akan digunakan untuk mendukung percepatan pemulihan kinerja perusahaan, khususnya kepada lini operasional penerbangan, diantaranya melalui program restorasi armada, pemeliharaan spare part pesawat serta berbagai komponen pesawat lainnya, dan penyehatan arus kas perusahaan sendiri untung mendukung kelancaran operasional. Komitmen atas dukungan PMN yang berjalan on the track tersebut sejalan dengan outlook atas kinerja usaha yang terus menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Oleh karena itu, sebagai salah satu substansi rencana perdamaian proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Garuda Indonesia optimistis PMN tersebut bisa memperkuat Garuda kepada seluruh kreditur untuk memaksimalkan pertumbuhan kinerja usaha nya, guna memberikan nilai yang optimal untuk kolaborasi bisnis Garuda dengan seluruh mitra usahanya.
Suntikan Penyertaan Modal Negara untuk Garuda Sebesar Rp7,5 Triliun

Sejumlah tahapan fundamental perampungan proses restrukturisasi ini diantaranya dilakukan melalui penerbitan saham baru dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sebanyak 39.788.136.675 lembar saham atau senilai Rp 7.798.474.788.300 yang meliput realisasi PMN dan partisipasi pemegang saham lainnya. Tahapan tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan Penambahan Modal Tanpa Hak untuk Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) yang mana Garuda Indonesia sudah melakukan pendistribusian saham dalam rangka konversi utang sebesar 35.806.070.908 lembar saham atau senilai Rp 5,05 triliun yang termasuk kedalam realisasi Obligasi Wajib Konversi.
Baca juga: Ketahui Fakta Perjalanan 1 Dekade Traveloka Bagi Para Traveler
Dengan serangkaian pendistribusian saham baru ini, Garuda Indonesia kini sudah memiliki komposisi kepemilikan saham yang terdiri dari kepemilikan Pemerintah sebesar Rp 64,54%, Trans Airways sebesar 7,99%, saham public sebesar Rp 4,83% dan saham kreditur sebesar 22,63%. Melengkapi tahapan penerbitan saham yang baru ini Garuda Indonesia sudah menerbitkan Sukuk Baru sebagai bagian dari tindak lanjutan restrukturisasi atas Global Sukuk senilai USD 500 juta yang sudah direstrukturisasi menjadi sukuk baru dengan nilai pokok sebesar US$ 78.019.580 dengan tenor yang jatuh tempo di 9 tahun semenjak diterbitkan. Adapun sejumlah distribusi periodic adalah sebesar 65% tunai atau selam dua tahun yang pertama atas pilihan Trustee 7,35% yang harus dibayarkan ke dalam bentuk natura.